INI DIA BIANG PENGRUSAK REFORMASI BIROKRASI
Jumat, 10 Mei 2019, 10:33:38 WIB, 4554 View Tim Reformasi Birokrasi, Kategori : Penguatan Manajemen PerubahanJakarta, (Itjen Kemendikbud) - Reformasi Birokrasi yang terus digaungkan dan diagungkan ternyata belum dapat mencapai tujuan dan prinsip-prinsip reformasi birokrasi. Alasanya sangat mudah ditebak, bukan soal programnya melainkan orangnya atau individunya. Bahasa ‘keren’ nya, “not the governance but the government”. Akibatnya, pelayanan publik yang belum transparan membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah ‘anjlok’.
Ini dia biang pengrusak reformasi birokrasi, sekaligus penyebab yang teridentifikasi redaksi:
1. Orang yang tepat di posisi dan pekerjaan yang tepat (the right man in the right place & job)
Seharusnya, orang yang tepat berada di posisi yang tepat dan memiliki pekerjaan yang tepat pula.Mari kita perhatikan seksama dari pejabat setingkat menteri! Ada seorang menteri yang tiga kali menjabat di Kementerian yang berbeda dalam satu periode, apalagi tidak sedikit pejabat publik yang rangkap jabatan yang tidak jelas kemahirannya.
2.Pekerjaan Rutinitas
Sebagian pegawai negeri sipil dari pejabat struktural, fungsional dan staf hanya melakukan pekerjaan yang bersifat rutin. Buktinya, suatu masalah belum tuntas, masalah lain yang sama sudah ada lagi. Lihatlah pembangunan arena pertandingan dari mulai Sea Games 2011 di Palembang hingga arena pertandingan di PON Riau 2012. Pekerjaan rutin ini ada dua jenis: pekerjaan rutin sehari-hari sebagai tugas pokok dan pekerjaan rutin yang menuai kesalahan. Faktanya, kasus korupsi dan pungutan liar terus terjadi di pemerintahan dalam pengadaan barang dan jasa serta pungutan liar di pelayanan publik. Pegawai juga kurang siap terhadap perubahan-perubahan baik dalam kebijakan maupun informasi teknologi.
3.Lemahnya Sistem Manajemen Pengawasan
Sistem manajemen yang sangat dasar ialah POAC yakni Planning, Organizing, Actuating, Controlling. Sistem POA sudah sangat baik dan sudah ada di setiap instansi. Namun, bagian terakhir yang cukup lemah yakni sistem manajemen pengawasan atau controlling. Pengawasan ini memang ada baik dari dalam (internal audit) maupun dari luar (external audit) dari BPK, BPKP dan KPK. Akan tetapi, jumlah pegawai yang ada tidak sebanding dengan jumlah pengawas yang ada. Pengawas (auditor) cenderung lebih sedikit daripada yang diawasi (PNS) ditambah luasnya pemerintahan daerah.
4.Kurangnya Transparansi Rekrutmen Pegawai
Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di setiap instansi KLDI (Kementerian, Lembaga, Daerah dan Instansi) cenderung kurang transparan. Artinya, ada beberapa calon PNS yang masih berani untuk bayar formasi tertentu. Selain itu, ada pula beberapa ‘titipan’ dari anak pejabat-pejabat tertentu. Nepotisme dalam hal ini wajar, tetapi caranya yang kurang wajar. Nah, ini yang membuat pegawai itu tidak profesional dan jujur dalam bekerja, sehingga mereka bekerja dengan orientasi uang yang besar dengan cara apapun.
5.Kebijakan dan Keputusan tanpa Kajian atau Penelitian
Hampir setiap kebijakan dan keputusan dilakukan tanpa kajian atau penelitian. Pun ada kajiannya, namun kebijakan dan keputusan itu tidak mengacu pada kajian alias hanya sedikit saja. Terkesan pemerintah membuat keputusan dan kebijakan dengan perasaan (emosi) sesaat. Faktanya, kebijakan terhadap mobil dinas pemerintah (plat merah) dan BUMN wajib menggunakan bahan bakar jenis nonsubsidi alias premium dengan cara memasang stiker pada mobil tersebut. Alhasil, saat ini, belum semua mobil dinas plat hitam dengan stiker. Stiker di mobil mudah rusak terkena panas dan basah. Tidak ada kajian bagaimana caranya agar menghemat energi terutama BBM yang lebih efektif, aplikatif dan ilmiah.
6.PP No.53/ 2010 Perlu Ditegakkan dengan Tegas & Berani
Peraturan Pemerintah ini perihal Pegawai Negeri Sipil, baik dari Kewajiban, Hak serta Sanksi Pelanggaran pegawai. Biasanya, sanksi yang tegas sesuai dengan PP No.53 Tahun 2010 terhadap PNS yang melanggar peraturan, kurang ditegakkan. Ini menyangkut kebijaksanaan pimpinan.
7.Sistem Kebijakan Kesejahteraan yang Memihak
Remunerasi atau pembayaran tunjangan kinerja yang dibayarkan kepada PNS sesuai dengan kinerja mereka perlu dikaji ulang. Pasalnya, dalam sistem ini, pegawai yang bekerja lebih dari jam kerja yang ditentukan (dan benar-benar bekerja), aturannya belum ditetapkan. Ini salah satu contoh kebijakan kesejahteraan berupa tunjangan. Bahkan, yang bekerjanya kurang pun, mendapat tunjangan kinerja. Malahan, ada senior (yang sudah lama bekerja), minta 'grade' tunjangan lebih tinggi, karena baik yang sudah bekerja puluhan tahun maupun yang baru masuk (2-4 tahun), dibayar dengan tunjangan yang sama.
8.Penggunaan Bahasa Indonesia yang Keliru
Pemerintah masih banyak menggunakan Bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Bahasa. Seperti, lebih sering menuliskan ‘Himbauan’ ketimbang ‘Imbauan’ untuk surat edaran. Kesalahan penulisan gelar akademik pada nama diri pegawai. Lebih senang menggunakan bahasa asing: Busway, Sail Morotai, venue, coach, tour d’ Singkarak dan banyak lagi. (kompasiana/emte)
Sumber berita : https://itjen.kemdikbud.go.id/public/post/detail/ini-dia-biang-pengrusak-reformasi-birokrasi